Gugatan Perangkat Desa Kembali Menang di PTUN Bengkulu, Keadilan Menampar Kesewenang-wenangan Pjs Kades Semelako Atas

Bengkulusatu.com, Bengkulu – Gelombang kemenangan hukum bagi perangkat desa di Kabupaten Lebong berlanjut. Setelah sebelumnya perangkat Desa Tunggang berjaya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu, kini giliran perangkat Desa Semelako Atas, Kecamatan Lebong Tengah, menorehkan kemenangan serupa. PTUN Bengkulu dengan tegas membatalkan keputusan Pjs Kepala Desa (Kades) Semelako Atas yang memberhentikan mereka secara sepihak. Putusan ini menjadi “tamparan” keras bagi praktik kesewenang-wenangan dalam tata kelola pemerintahan desa.
Dalam sidang putusan yang digelar pada Senin, 13 Oktober 2025, Hakim PTUN Bengkulu membacakan amar putusan dengan Nomor: 13/G/2025/PTUN.BKL. Putusan tersebut secara gamblang mengabulkan seluruh permohonan penundaan dan gugatan para penggugat. Poin-poin krusial dalam putusan ini memerintahkan Pjs Kades Semelako Atas untuk menunda dan membatalkan Keputusan Kepala Desa Semelako Atas Nomor 02 Tahun 2025 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Keputusan Kades yang dibatalkan tersebut sebelumnya telah mengganti sebelas perangkat desa vital, mulai dari Wilzen Tra Apriza Digantikan oleh Peko Laksano Jabatan Sekretaris Desa, Anopi Yani Digantikan Oleh Yonis Sugara Jabatan Kaur Keuangan, Reno Sonata Digantikan oleh Haisal Aprino Jabatan Kaur Perencanaan, Mayora Wulantika Digantikan oleh Jeri Lewis Jabatan Kasi Pemerintahan, Septia Windi Digantikan oleh Mervin Arief Pribadi Jabatan Kasi Kesejahteraan, Iwan Jaya Digantikan oleh Feggi Numirta Sari Jabatan Pelaksana Kewilayahan Dusun I, Ruta Nis Wando Digantikan oleh Meryan Herlis Jabatan Pelaksana Kewilayahan Dusun II, Chornelis Reko Gunawan Digantikan oleh Sabirin Jabatan Pelaksana Kewilayahan Dusun III, Ahlul Haliwal Akdi Digantikan oleh Dona Mediati Jabatan Pelaksana Kewilayahan Dusun IV. PTUN menyatakan bahwa pemberhentian ini tidak sah dan mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan tersebut, merehabilitasi para penggugat pada kedudukan dan jabatan semula, serta mengembalikan seluruh hak-hak mereka. Pjs Kades juga dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp256.000.
Majelis Hakim dalam pertimbangannya berpegang pada prinsip hukum administrasi negara, khususnya Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), yakni asas pengharapan yang layak. Asas ini menuntut adanya kejelasan dalam setiap regulasi dan tindakan pemerintahan, menghindari multitafsir yang rentan penyalahgunaan wewenang.
“Menimbang, bahwa Para Penggugat memiliki harapan yang wajar untuk menerima hak-haknya sebagai Perangkat Desa berdasarkan kedudukan hukumnya, namun hak tersebut tidak diberikan sejak Januari 2025, sehingga objek sengketa cacat hukum dan harus dibatalkan,” bunyi petikan pertimbangan hukum yang dibacakan hakim, yang menandaskan pelanggaran terhadap asas pengharapan yang layak.
Putusan ini secara tegas mengacu pada Pasal 52 ayat (1) jo. Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta Pasal 97 ayat (8) dan (9) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menjadi landasan kuat pembatalan objek sengketa dan kewajiban tergugat untuk memulihkan harkat, martabat, dan kedudukan para penggugat.
Dwi Agung Joko Purwibowo, SH, Kuasa Hukum para perangkat desa penggugat, tak bisa menyembunyikan rasa puasnya atas kemenangan ini.
“Dua kali gugatan terkait Perangkat Desa dimenangkan, sehingga dua kali keadilan menampar ketidakadilan,” tegas Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini dengan nada lugas.
Menurut pria yang akrab disapa Agung ini, dua kemenangan berturut-turut di PTUN Bengkulu ini membuktikan bahwa kepala desa, termasuk Pjs Kades, tidak bisa seenaknya dalam memberhentikan perangkat desa. Prosedur pemberhentian harus jelas, berdasar hukum, dan tidak boleh dilandasi oleh kepentingan pribadi atau politik sesaat.
“Perangkat desa terbukti berada di pihak yang benar dan dilindungi oleh aturan. Seharusnya dua kali kekalahan ini bisa menjadi cermin bagi para Pjs Kades di Kabupaten Lebong untuk tidak bertindak sewenang-wenang dengan hak perangkat desa. Semoga kekalahan ini tidak menular ke desa-desa yang lain,” imbuh Dwi Agung, memberikan peringatan keras.
Kemenangan para perangkat desa ini bukan hanya sekadar kemenangan personal, melainkan juga simbol perlawanan terhadap praktik-praktik birokrasi yang tidak transparan dan akuntabel di tingkat desa. Putusan PTUN Bengkulu ini diharapkan menjadi preseden kuat dan pengingat bagi seluruh pemangku kebijakan di tingkat desa untuk senantiasa bertindak sesuai koridor hukum dan menjaga marwah pelayanan publik. Warga desa berhak atas perangkat yang bekerja demi kepentingan mereka, bukan atas dasar intervensi politik atau kekuasaan yang tak berdasar. [trf]