Gaji 6 Bulan Mandek, Hak Perangkat Desa di Lebong ‘Tertahan’ di Mana?

Bengkulusatu.com, Lebong – Sebuah pertanyaan besar menggantung di langit Kabupaten Lebong, Di manakah hak ribuan perangkat desa tertahan? Memasuki akhir Juni 2025, sudah setengah tahun para abdi negara di 93 desa bekerja tanpa upah. Ironisnya, dana dari pusat telah cair, namun Alokasi Dana Desa (ADD) yang menjadi sumber gaji mereka dari APBD kabupaten justru lenyap dalam labirin birokrasi.
Kondisi ini bukan lagi sekadar keresahan, melainkan krisis yang mengancam dapur dan martabat mereka. Para perangkat desa, yang menjadi ujung tombak pelayanan publik, kini dipaksa mengencangkan ikat pinggang hingga batas terakhir.
“Kami ini dianggap apa? Bekerja setiap hari, tapi hak kami diabaikan,” keluh seorang perangkat desa yang suaranya bergetar menahan amarah dan keputusasaan.
“Kebutuhan keluarga, biaya anak sekolah, semua itu tidak bisa ditunda. Kalau sudah enam bulan begini, ini bukan lagi keterlambatan, ini penelantaran,” tambahnya.
Kejanggalan semakin terasa ketika menelusuri alur birokrasi. Pihak desa menegaskan telah menuntaskan seluruh kewajiban administrasi. Hal ini diamini oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Lebong.
Kepala Dinas PMD Lebong, Saprul, SE melalui Kepala Bidang PMD, Harkita Wijaya, SE, secara terbuka mengakui bahwa berkas pengajuan dari seluruh 93 desa telah selesai diproses dan dilimpahkan.
“Benar, sampai hari ini (Senin, 23/6/2025, red) belum ada satu pun desa yang mencairkan ADD. Proses pengajuan dari 93 desa ke PMD Lebong sudah selesai, tapi apa kendala yang membuat belum ditransfer ke rekening desa, kami tidak tahu,” ungkap Harkita.
Pernyataan ini secara efektif memindahkan sorotan ke satu pintu terakhir, BKD Kabupaten Lebong. Dinas PMD sendiri mengaku tidak mengetahui alasan pasti mengapa dana yang seharusnya sudah berada di rekening desa itu seolah membeku.
“Apa kendalanya sehingga belum ditransfer, kami tidak tahu. Rantai prosesnya terhenti setelah dari kami,” tambah Harkita, menegaskan bahwa sumbatan tidak terjadi di tingkat dinasnya.
Mandeknya ADD ini berpotensi menimbulkan efek domino yang berbahaya. Selain kesejahteraan perangkat yang terancam, operasional pemerintahan desa juga ikut lumpuh. Tanpa dana operasional, pelayanan kepada masyarakat bisa terganggu, bahkan berhenti total.
Kini, ribuan pasang mata perangkat desa menatap penuh harap sekaligus cemas ke arah kantor BKD dan pucuk pimpinan Pemerintah Kabupaten Lebong. Mereka tidak meminta belas kasihan, melainkan menuntut hak yang telah diatur oleh undang-undang. Jawaban atas pertanyaan “di mana uang kami tertahan?” menjadi kunci yang akan menentukan nasib mereka, sekaligus menjadi cermin buram dari tata kelola keuangan dan akuntabilitas di daerah ini. [Traaf]