Kisruh BLT DD di Semelako Atas : Undangan di Tangan Uang Melayang, Pjs Kades Dituding Jadi Biang Keladi

Bengkulusatu.com, Lebong – Nasib miris menimpa dua Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Semelako Atas, Kecamatan Lebong Tengah. Harapan mereka untuk menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun 2025 pupus di depan mata. Meski mengantongi undangan resmi, dana bantuan yang seharusnya menjadi hak mereka justru raib tanpa kejelasan, memicu dugaan adanya manipulasi data dan praktik tata kelola desa yang carut-marut di bawah kepemimpinan Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Desa.
Ironi ini terungkap saat Rosna dan Eni, dua KPM yang terdaftar, pulang dengan tangan hampa dari Balai Desa Semelako Atas pada Senin 16 Juni 2025 lalu. Padahal, surat undangan bernomor 400/28/S.A/2015/2025 jelas-jelas mencantumkan nama mereka sebagai penerima BLT untuk periode enam bulan (Januari-Juni). Alih-alih mendapatkan uang, mereka justru dihadapkan pada jawaban janggal yang membuka kotak pandora dugaan permainan kotor di tingkat desa.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Semelako Atas, Domer Andiko, yang mengonfirmasi insiden ini, membeberkan keanehan yang terjadi. Saat dikonfrontasi, Bendahara Desa berdalih ada “kesalahan penyerahan undangan” untuk KPM atas nama Rosna.
“Kata bendahara, undangan itu seharusnya untuk warga bernama Ana, bukan Rosna. Ini sangat ganjil,” ungkap Domer dengan nada tegas didampingi salah satu anggota BPD, Robi Sugara, Rabu (18/6/2025).
“Padahal, saat penetapan awal, nama Rosna dan Ana keduanya ada. Namun saat saya cek data hasil penginputan, nama Rosna jelas terinput, sementara nama Ana justru tidak masuk. Ini jelas ada hal yang dimanipulasi oleh pihak tertentu,” tudingnya.
Kondisi lebih parah dialami oleh Eni. Haknya sebagai KPM secara terang-terangan dialihkan kepada orang lain bernama Emi, yang menurut Domer, tidak pernah ditetapkan sebagai penerima BLT DD sebelumnya.
“Eni ini sangat layak menerima. Dia tinggal di bangunan bekas tempat pembuatan kompos, kondisi ekonominya memprihatinkan. Tapi haknya malah diberikan ke orang lain,” sesal Domer.
Kasus BLT yang “salah sasaran” ini disinyalir hanyalah puncak dari gunung es masalah di Desa Semelako Atas. Sumber masalah diduga kuat berasal dari Pjs Kepala Desa, AF, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang rekam jejaknya dinilai sarat kontroversi dan kerap mengabaikan regulasi.
Menurut data yang terhimpun, Pjs Kades AF sebelumnya telah melakukan penggantian perangkat desa tanpa mengikuti prosedur sesuai Permendagri Nomor 67 Tahun 2017. Tak berhenti di situ, ia diduga nekat mengajukan pencairan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) 2025 tanpa terlebih dahulu menggelar Musyawarah Desa (Musdes) untuk menetapkan Peraturan Desa (Perdes) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Tindakan ini merupakan pelanggaran fatal terhadap Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pembangunan Desa, yang mengamanatkan Musdes sebagai forum tertinggi warga untuk mengambil keputusan strategis. Tanpa Musdes, proses perencanaan dan penganggaran menjadi tidak transparan, partisipatif, dan rawan penyelewengan.
“Kami dari BPD sudah mempertanyakan soal tidak adanya Musdes penetapan APBDes, tapi tidak pernah digubris,” kata Domer.
Atas rentetan persoalan ini, Domer mendesak pemerintah desa untuk segera bertindak dan menyelesaikan masalah dengan bijak dan adil. Ia khawatir jika dibiarkan berlarut-larut, ketidakpercayaan publik akan memuncak dan memicu konflik sosial yang lebih besar.
“Masalah ini harus segera diselesaikan. Jangan sampai hak masyarakat miskin dirampas dan aturan desa diinjak-injak begitu saja. Jika terus berlanjut, ini bisa merambat ke masalah hukum yang lebih serius,” pungkasnya.
Sementara itu, penuturan Raymon, putra dari Nenek Rosna. Berbekal surat undangan resmi, ia datang mewakili ibunya yang renta ke kantor desa pada Senin (16/6/2025) untuk mengambil hak mereka. Dengan tertib, ia mengisi daftar hadir dan menunggu giliran.
Namun, suasana berubah ketika Pjs Kades Semelako Atas menghampirinya secara langsung. Bukan untuk menyerahkan bantuan, melainkan untuk menyuruhnya pulang.
“Beliau (Pjs Kades) tiba-tiba mencari saya dan mengatakan, ‘pulang saja dulu, nanti uangnya diantar langsung ke rumah’,” tutur Raymon, menirukan ucapan sang Pjs Kades, Rabu (18/6/2025).
Percaya dengan arahan pimpinan desa tersebut, Raymon pun bergegas pulang untuk memberitahu ibunya sebelum ia berangkat bekerja di kebun.
Keanehan tak berhenti di situ. Sepulang dari kebun, Raymon mendapati sebuah fakta yang lebih mencengangkan. Sekretaris Desa dan Bendahara Desa memang benar datang ke rumahnya. Mereka menyerahkan uang tunai Rp300 ribu kepada Nenek Rosna. Namun, ada pesan yang menyertainya.
“Mereka menyerahkan uang itu sambil meminta maaf, dan mengatakan kalau uang tersebut adalah uang pribadi dari Pjs Kades,” ungkap Raymon dengan nada heran.
Pengakuan ini sontak memantik kebingungan dan kecurigaan. Jika Nenek Rosna adalah penerima sah BLT DD—fakta yang diperkuat karena datanya diambil langsung oleh Pjs Kades di rumahnya beberapa waktu lalu—mengapa dana yang diserahkan justru berstatus “uang pribadi”?
“Kenapa ibu saya yang jelas-jelas ada di daftar undangan tidak menerima penyaluran seperti yang lain? Padahal Pjs Kades sendiri yang datang ke rumah, mengambil data KK dan memfotonya dengan HP beliau,” gugat Raymon.
Kondisi Nenek Rosna sendiri sangat memprihatinkan. Di usianya yang menginjak 86 tahun, ia tergolek tak berdaya akibat serangan stroke di sisi kiri tubuhnya. Jangankan untuk bekerja, untuk makan pun ia harus disuapi. Bantuan dari pemerintah adalah salah satu penopang harapan di tengah keterbatasannya.
Insiden ini menyisakan tanda tanya besar bagi keluarga dan publik. Mengapa hak seorang lansia yang sakit dan terverifikasi sebagai penerima manfaat justru diganti dengan ‘uang pribadi’ yang disampaikan dengan permohonan maaf? Kemana dana BLT DD yang semestinya menjadi hak Nenek Rosna? Peristiwa ini menuntut adanya klarifikasi dan transparansi penuh dari Pemerintah Desa Semelako Atas untuk memastikan setiap rupiah dana desa sampai kepada yang berhak, tanpa ada selubung misteri.
Kini, bola panas bergulir. Kasus hilangnya hak BLT Nenek Rosna dan Eni bukan lagi sekadar kesalahan administrasi, melainkan cerminan dari rusaknya sistem pemerintahan di tingkat paling bawah. BPD mendesak aparat berwenang untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini, sebelum ketidakpercayaan warga memuncak menjadi konflik sosial. Nasib warga miskin dan integritas dana desa di Semelako Atas kini dipertaruhkan di hadapan hukum. [**]