Ratusan Siswa Keracunan, Program Makanan Bergizi di Lebong Tetap Dilanjutkan, HMI Minta Mafia MBG Dibongkar

Bengkusatu.com, Lebong – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang jadi jurus pamungkas atasi stunting malah makin horor! Sejak awal 2025, program ini justru jadi biang kerok kasus keracunan massal di mana-mana. Puncaknya, pada Selasa (27/8/2025) lalu, Kabupaten Lebong, Bengkulu, porak-poranda dihantam insiden mengerikan: 456 pelajar dari PAUD sampai SMP, dan 3 guru, ambruk keracunan usai menyantap menu MBG. Dinas Kesehatan Lebong sampai ketok palu menetapkan insiden ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) lewat perwakilannya di Bengkulu buru-buru minta maaf. Mereka ngaku sudah koordinasi dengan BPOM dan polisi buat investigasi. Hasil lab BPOM? Jelas terbukti ada kontaminasi bakteri pada makanan maut itu.
“SPPG (Sub Penyelenggara Program Gizi) yang tidak patuh SOP bakal disanksi tegas!” ancam BGN dalam rilis resminya.
Namun, masyarakat terlanjur murka, Ketua Umum HMI Komisariat Tarbiyah IAIN Curup, M. Pikri Anandi, dengan lantang mendesak pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan pemda untuk bertindak tegas.
“Mafia MBG harus dibongkar! Kalau program ini terus dipaksakan tanpa evaluasi, anak-anak kita malah terancam sakit gara-gara program yang harusnya menyehatkan!” tegas Pikri, Sabtu (6/9/2025) siang.
Pikri menyoroti menu MBG di Lebong yang jauh panggang dari api alias tidak sesuai standar gizi seimbang. Bayangkan, di SD Angkasa 1 Bandung dapat nasi, tumis tahu sawi, ayam goreng, dan pisang. Di Bangkalan, Jatim, menu lengkap nasi, telur dadar, sayur asem, kering tempe, jeruk, dan susu. Nah, di Lebong?
“Justru yang disajikan mie rebus, jagung, sayuran tumis, tahu goreng, jeruk, dan empat butir pentol bakso! BPOM sudah pastikan bakso itu sumber kontaminasi!” serunya.
Tak cuma soal menu, Pikri juga mencium aroma tak sedap di balik lemahnya transparansi penunjukan mitra penyedia, proses pengadaan, hingga distribusi makanan. Ini jelas membuka celah penyimpangan anggaran! Ia wanti-wanti agar program ini jangan sampai jadi alat politik untuk memperkaya kelompok tertentu.
“Jika tidak dibenahi, program MBG akan jadi momok bagi orang tua,” tegasnya.
“Niatnya baik, tapi tanpa evaluasi mendalam dan transparansi penuh, MBG hanya akan menambah daftar panjang masalah kesehatan di Indonesia,” tutupnya.
Fakta memang tak bisa dibantah, kasus Lebong bukanlah yang pertama. Sejak digulirkan Januari 2025, MBG sudah berulang kali makan korban. Kasus perdana meledak di Nunukan Selatan, Kalimantan Utara, puluhan siswa SDN 003 dan SMAN 2 mual muntah usai makan ayam kecap. Lalu menyusul di Empat Lawang (Sumsel), Sumba Timur (NTT), Pandeglang (Banten), dan Takalar (Sulsel).
Puncaknya di SMPN 35 Bandung akhir April, 342 siswa ambruk keracunan massal. Dan jangan kaget, hampir berbarengan dengan Lebong, pada 26 dan 29 Agustus, 287 siswa SD dan SMP di Bandar Lampung serta Lampung Timur juga bernasib sama.
Data BGN mencatat, sampai Mei 2025 saja sudah 1.315 pelajar jadi korban. Mayoritas kasus terjadi di wilayah dengan SPPG baru yang minim pengalaman.
Meski diwarnai insiden horor ratusan siswa keracunan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong memastikan program nasional MBG ini tetap lanjut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Lebong, Rachman, S.K.M, Jumat (5/9/2025) menegaskan, MBG adalah program prioritas Presiden Prabowo Subianto, jadi daerah wajib dukung.
“Program ini tetap kita lanjutkan karena merupakan program nasional,” ujarnya enteng.
Namun, Rachman berjanji pengawasan dan SOP akan diperketat, serta koordinasi antar OPD diperkuat.
“Pelaksanaan tetap berjalan, tetapi pengawasan harus lebih ketat. Kita perkuat koordinasi agar kejadian serupa tidak terulang,” kilahnya.
Soal dapur umum, Rachman bilang masih nunggu pola dari BGN. Ada sekitar 15 dapur umum di Lebong, tapi penambahan urusan BGN. Ia juga mengimbau masyarakat agar tetap dukung program MBG. Menurutnya, tujuan MBG adalah siapkan generasi emas dengan gizi cukup agar mampu bersaing.
“Program ini untuk masa depan anak-anak kita 20–30 tahun mendatang. Dengan gizi yang baik, daya pikir dan perkembangan mereka akan meningkat,” pungkasnya.
Pertanyaan besarnya, akankah program MBG ini benar-benar membawa manfaat atau justru terus jadi momok menakutkan bagi anak-anak Indonesia? Kita tunggu saja kelanjutannya. [red]