Nasional

Gelombang Amarah Rakyat: “17+8 Tuntutan” Mengguncang Medsos, Peringatan Keras untuk Prabowo, DPR, dan Elite Politik, Setelah Kematian Ojol dan Pernyataan Kontroversial

Bengkulusatu.com, Jakarta – Sebuah gelombang protes digital tengah menyapu lini masa media sosial Indonesia, menyuarakan “17+8 Tuntutan Rakyat”. Ini bukan sekadar angka atau deretan kalimat, melainkan manifestasi kemarahan publik yang memuncak, sebuah ultimatum keras kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), setelah serangkaian insiden memilukan mulai dari kematian pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan hingga pernyataan kontroversial Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Apa sebenarnya makna di balik “17+8” ini dan mengapa tuntutan ini begitu lantang menggema?

Kematian Ojol, Kenaikan Gaji DPR, dan Pernyataan Menyakitkan yang Memicu Badai

Api amarah rakyat mulai berkobar pasca-demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah. Salah satu pemicunya adalah protes keras terhadap kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR di tengah badai kenaikan pajak dan isu-isu efisiensi yang mencekik rakyat. Namun, puncak kemarahan mencapai titik didih ketika Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2019-2024, Ahmad Sahroni, melontarkan pernyataan kontroversial yang menyebut pendemo sebagai “orang paling bodoh di dunia”. Sebuah ucapan yang melukai hati dan memicu gelombang perlawanan.

Situasi diperparah dengan tragedi yang menimpa Affan Kurniawan. Pengemudi ojol ini meregang nyawa setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat tengah bekerja di area demonstrasi kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 28 Agustus 2025 malam. Kematian Affan bukan hanya duka bagi keluarganya, melainkan simbol dari suara rakyat kecil yang terenggut di tengah kekacauan.

Semenjak itu, gelombang demonstrasi meluas ke seluruh pelosok negeri. Tak hanya di jalanan, medan pertempuran kini berpindah ke ranah digital. Warganet, dengan kekuatan media sosial, mulai menggemakan “17+8 Tuntutan Rakyat”, sebuah seruan yang kini menjadi trending topik dan memaksa para elite politik untuk mendengarkan.

17+8: Kode Kemerdekaan, Suara Kolektif Intelektual Muda

Angka “17+8” bukan sembarang angka. Ia melambangkan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus, sebuah simbol bahwa tuntutan ini adalah seruan untuk membebaskan rakyat dari belenggu ketidakadilan. Tuntutan bertuliskan “17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empati” ini muncul dari sebuah diskusi online yang melibatkan sejumlah pemengaruh (influencer) muda terkemuka, seperti Jerome Polin, Cheryl Marcella, Salsa Erwina Hutagalung, Andovi Dalopez, Abigail Limuria, Fathia Izzati Malaka, dan Andhyta F Utami.

Mereka tak bekerja sendirian. Tuntutan ini adalah hasil rangkuman dari berbagai organisasi masyarakat sipil terkemuka, mulai dari YLBHI yang menghimpun aspirasi 211 organisasi, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan UI, hingga Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia. Tak ketinggalan, tuntutan demo buruh pada 28 Agustus 2025 dan 12 tuntutan rakyat menuju reformasi Transparansi & Keadilan oleh Reformasi Indonesia di Change.org turut memperkaya substansi tuntutan ini.

Ada dua bagian utama dalam tuntutan ini: “17 Tuntutan Rakyat dalam 1 Minggu” dan “8 Tuntutan Rakyat dalam 1 Tahun,” menunjukkan adanya hierarki prioritas dan jangka waktu penyelesaian.

Ultimatum Jangka Pendek: 17 Tuntutan untuk Presiden, DPR, dan Polri (Batas Waktu: 5 September 2025)

Bagian pertama adalah 17 tuntutan jangka pendek yang harus diselesaikan dalam satu minggu, dengan batas waktu hingga 5 September 2025. Tuntutan ini ditujukan secara spesifik kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR, Ketua Umum Partai Politik, Kepolisian RI, TNI, dan Kementerian Sektor Ekonomi.

Untuk Presiden Prabowo:
1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
2. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, serta semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus 2025 dengan mandat jelas dan transparan.

Untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR):
3. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiunan).
4. Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR).
5. Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK).

Untuk Ketua Umum Partai Politik:
6. Pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
8. Libatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa serta masyarakat sipil.

Untuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri):
9.Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
10. Hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.
11. Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan dan melanggar HAM.

Untuk TNI (Tentara Nasional Indonesia):
12. Segera kembali ke barak, hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.
13. Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.

Untuk Kementerian Sektor Ekonomi:
15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (termasuk guru, buruh, nakes, dan mitra ojol) di seluruh Indonesia.
16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.

Visi Jangka Panjang: 8 Tuntutan untuk Reformasi Fundamental (Batas Waktu: 31 Agustus 2026)

Selain tuntutan jangka pendek, ada 8 tuntutan bersifat jangka panjang dengan batas waktu penyelesaian hingga satu tahun ke depan, yaitu 31 Agustus 2026. Tuntutan ini menyasar reformasi struktural yang lebih fundamental:

  1. Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran: Lakukan audit independen, tinggikan standar prasyarat anggota DPR (tolak mantan koruptor), tetapkan KPI, dan hapuskan perlakuan istimewa (pensiun seumur hidup, transportasi, pengawalan khusus, pajak ditanggung APBN).
  2. Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif: Publikasikan laporan keuangan partai dan pastikan oposisi berfungsi.
  3. Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil: Pertimbangkan kembali keseimbangan transfer APBN, batalkan kenaikan pajak yang memberatkan, dan susun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil.
  4. Sahkandan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor: Segera sahkan RUU Perampasan Aset dalam masa sidang tahun ini, diiringi penguatan independensi KPK dan UU Tipikor.
  5. Reformasi Kepemimpinan dan Sistem di Kepolisian: DPR harus merevisi UU Kepolisian dan desentralisasi fungsi polisi (ketertiban umum, keamanan, lalu lintas) dalam 12 bulan.
  6. TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian: Pemerintah cabut mandat TNI dari proyek sipil (food estate) tahun ini, dan DPR revisi UU TNI.
  7. Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen: DPR revisi UU Komnas HAM untuk memperluas kewenangan, Presiden perkuat Ombudsman dan Kompolnas.
  8. Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan: Tinjau serius kebijakan PSN dan prioritas ekonomi dengan melindungi hak masyarakat adat dan lingkungan, evaluasi UU Ciptakerja, serta audit tata kelola Danantara dan BUMN.

“17+8 Tuntutan Rakyat” adalah suara kolektif yang tak bisa lagi diabaikan. Ini adalah peringatan serius bahwa kesabaran rakyat memiliki batas, dan janji-janji reformasi yang belum tuntas akan terus ditagih. Kini, bola ada di tangan para pemegang kekuasaan. Akankah mereka mendengarkan dan bertindak, ataukah gelombang amarah ini akan terus membesar menjadi tsunami yang tak terkendali? Waktu terus berjalan, dan rakyat menanti jawaban nyata. [**]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button