Artikel & OpiniHukum & Politik

Apa Undang-Undang Cipta Kerja Itu? Bagaimana Tanggapan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pengujian Undang-Undang Cipta Kerja

Oleh : Asri Pakerti

Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Undang-Undang Cipta kerja atau Omnibus Law ini adalah Undang-Undang baru yang menggabungkan regulasi dan memangkas beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal tentang ketenagakerjaan menjadi peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana. Konsep Omnibus Law ini merupakan konsep yang baru digunakan dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Sistem ini biasanya disebut sebagai Undang-Undang sapu jagat karena mampu mengganti beberapa norma undang-undang dalam satu peraturan. Selain itu konsep ini juga dijadikan misi untuk memangkas beberapa norma yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan merugikan kepentingan  negara.

Menurut Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang) konsep Omnibus Law adalah langkah menerbitkan satu UU yang bisa memperbaiki sekian banyak UU yang selama ini dianggap tumpang tindih dan menghambat proses kemudahan berusaha. Dengan diterbitkannya satu Undang-Undang untuk memperbaiki sekian banyak Undang-Undang diharapkan menjadi jalan keluar permasalahan di sektor ekonomi, sebab dengan banyaknya Undang-Undang tidak bisa dilakukan percepatan-percepatan karena banyaknya Undang-Undang masih mengatur dan bisa saling bertentangan.

Di dalam proses pembuatan Undang-Undang  ini banyak sekali opini-opini masyarakat yang tidak setuju dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja ini. Adanya opini-opini publik ini tidak lain disebabkan karena pengerjaannya yang di deadline hanya selama 100 hari oleh Presiden Jokowi dan juga tidak melibatkan banyak pihak dalam pembuatannya. Di tengah kekhawatiran global akan ancaman krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan polemik undang-undang Cipta kerja masih terus bergulir membayangi para masyarakat di Indonesia Sebelum disahkan dan ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2020 saat masih RUU saja sangat meresahkan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Para mahasiswa yang mulai berdemo walau di saat pandemi Covid-19 melanda tidak menghambat mereka dalam memperjuangkan aspirasi mereka supaya undang-undang Cipta kerja tidak disahkan oleh pemerintah. Tetapi walaupun telah terjadi kegaduhan, kritikan-kritikan dari berbagai pihak mulai dari mahasiswa, pekerja, buruh, dosen, dan pejabat negara tidak menghalangi terjadinya pengesahan undang-undang Cipta kerja.

Dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan ini banyak pasal-pasal yang kontroversial dan bahkan akan merugikan di berbagai pihak misalnya untuk para pekerja buruh dan petani. Polemik Undang-Undang Cipta Kerja yang sangat banyak membuat berbagai pihak untuk bertindak dengan mengajukan pengujian atas pasal-pasal yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020. Dalam pengujian Undang-Undang Cipta Kerja masyarakat wajib mengajukan ke Mahkamah Konstitusi, dimana yang kita ketahui hanya Mahkamah Konstitusi yang berhak untuk melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar yang mana dijelaskan dalam pasal 24 C ayat (1) Umdang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengajukan pengujian Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu mulai dari tata cara, syarat, dan prosedur. Ada beberapa tahapan yang akan dilalui jika mengajukan Permohonan Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi yaitu :

  1. Pengajuan permohonan
  2. Pemeriksaan kelengkapan pemohonan oleh Kepaniteraan MK
  3. Pencatatan permohonan dalam buku registrasi perkara konstitusi
  4. Pembentukan panel Hakim
  5. Penjadwalan hari sidang
  6. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan
  7. Sidang pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti
  8. Putusan

Dalam pasal 31 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjelaskan ada beberapa hal terpenting dalam mengajukan permohonan yaitu :

Pasal 31

  • Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat :
    1. nama dan alamat pemohon
    2. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud pasal 30 dan
    3. hal-hal yang diminta untuk diputus
  • Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut.

Dalam melakukan permohonan pengujian ada dua prinsip yang harus diperhatikan yaitu melakukan pengujian materil dan pengajuan formil yang mana dijelaskan dalam pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi . Dalam melakukan pengajuan harus diketahui aspek-aspek kerugian konstitusional yang diakibatkan oleh terbitnya Undang-Undang Cipta kerja. Kerugian konstitusional yang dimaksud bisa menyangkut sesuatu yang sifatnya langsung. Misalnya, adanya pasal atau ayat dalam Undang-Undang tersebut yang secara langsung merugikan hak seseorang. Kemudian, menafsirkan kerugian potensial akibat disahkannya Undsng-Undang tersebut. Dalam hal ini kerugian potensial artinya kerugian yang belum nyata atau tidak dirasakan secara langsung. Namun, ketika Undang-Undang tersebut diundangkan maka akan menimbulkan kerugian pada masyarakat. Dengan menguraikan dengan jelas maka para Hakim Konstitusi bisa melihat hal-hal apa yang diinginkan masyarakat.

Jika dalam melakukan permohonan pengujian Undang-Undang Cipta Kerja  telah sesuai maka Mahkamah Konstitusi akan melakukan pengujian atas Undang-Undang tersebut, dalam hal ini tinggal bagaimana Mahkamah Konstitusi menangani pengujian Undang-Undang Cipta kerja. Dalam mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi bukan semata-mata untuk menang tetapi untuk mendapatkan keadilan. Untuk mencapai keadilan itu, seluruh pendapat dan argumentasi konstitusional diberi ruang untuk dikemukakan dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Persidangan pun harus digelar secara transparan sehingga publik bisa melakukan pemantauan dan masyarakat harus memonitor jalannya sidang Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. Sementara itu, putusan MK bergantung pada argumentasi yang dibangun para pihak, alat bukti, dan keyakinan hakim. Sesuai kewenangan dan independensi yang dimiliki, MK dapat menegaskan keadilannya sendiri berdasar konstitusi sekalipun mungkin tak selalu harus sejalan dengan harapan pemohon atau harapan pembentuk Undang-Undang. Mahkamah Konstitusi merupakan satu-satunya jalur konstitusional untuk menguji berlakunya sebuah undang-undang. Setelah diputuskannya perkara pengajuan permohonan Undang-Undang Cipta Kerja kita harus menghormati apapun putusan Mahkamah Konstitusi  nantinya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button