Prabowo Sandi Gugat Hasil Pemilu Serentak 2019 Ke MK

Oleh : Mariati Aprilia Ningsih
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari jabatan presiden/eksekutif, wakil rakyat/legislatif di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Pilpres 2019 menjadi bagian dari pemilihan umum (Pemilu) serentak pertama di Indonesia dalam sejarah. Selain memilih Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu 2019 juga menjadi momen bagi rakyat Indonesia untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
MK juga meyakini bahwa pemilu serentak akan membuat proses pesta demokrasi menjadi lebih bersih dari kepentingan-kepentingan tertentu terkait lobi-lobi atau negosiasi politik yang dilakukan oleh partai-partai politik sebelum menentukan pasangan capres-cawapres yang bakal diusung.
Setelah penghitungan suara Pada hasil Pilpres 2019 terdapat konflik yang membuat Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menggungat pasangan jokowi ma’ruf ke Mahkama Konstitusi. Pasangan Prabowo-Sandi beranggapan bahwa adanya kecurangan kecurangan Pemilu pada pemilu serentak 2019 ini. Mereka menggugat keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara hasil pilpres yang di anggapnya tidak jujur.
Selain itu pasangan Prabowo sandi juga mengajukan alasan lain dalam gugatannya di MK, salah satunya adalah karena jabatan Ma’ruf amin sebagai pengawas syari’ah di dua bank dianggap tidak memenuhi syarat formil sebagai calon wakil presiden. Menurut Tim Kampanye Nasional Ma’ruf Amin mengatakan bahwa materi BPN yang mempermasalahkan posisi Ma’ruf amin tidak tepat jika diajukan ke MK. BPN seharusnya mengajukan masalah keberatan soal posisi Ma’ruf di Bank syari’ah tersebut pada saat pendaftaran pilpres lalu.
Ma’ruf amin lalu angkat bicara tentang persoalan jabatannya di dua bank yang dipermasalahkan pihak Prabowo Sandi. Ma’ruf amin menyebut Bank BNI Syari’ah dan mandiri syari’ah bukanlah BUMN sehingga Ma’ruf menilai posisi dirinya sebagai Dewan pengawas syari’ah tidak perlu dipersoalkan. Ma’ruf mengklaim dirinya tidak diminta mundur dari kursi dewan pengawas syari’ah saat maju sebagai cawapres. “saya bukan pegawai BUMN, saya hanya pengawas syari’ah” ujar ma’ruf amin saat diwawancarai oleh salah satu wartawan.
Kuasa hukum Prabowo sandi yaitu Bambang Wijayanto menyebut bahwa “Mahkama Konstitusi bukanlah sekedar mahkama kalkulator yang hanya bersifat numerik”. Menurut pakar hukum Tata Negara, Juanda ” Mahkama Konstitusi bisa saja mengambil keputusan berdasarkan aspek-aspek yang memengaruhi hasil perhitungan suara”.
Seperti yang diketahui, kubu Prabowo sandi mengajukan gugatan hasil pilpres 2019 ke Mahkama Konstitusi. Tim hukum itu diketuai Bambang Widjojanto yang merupakan eks pimpinan KPK. Sandiaga menyebut langkah mengajukan secara resmi gugatan sengketa Pilpres 2019 ke MK itu merupakan bentuk tuntutan dari masyarakat.
Sidang pertama dilakukan oleh Mahkama Konstitusi pada Jumat 14 Juni 2019. Hukum acara sengketa Pilpres ini diatur di dalam Peraturan Mahkama Konstitusi No.4 Tahun 2018 Tentang Tata cara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Dalam gugatan tersebut pihak-pihak yang bersengketa antara lain :
- Pemohon yaitu pihak Prabowo Sandi
- Termohon adalah KPU
- Pihak terkait merupakan Bawaslu dan Jokowi Ma’ruf
KPU memberi jawaban tertulis atas gugatan Prabowo ke MK maksimal pada Rabu 12, Juni 2019 dan Capres Jokowi memberi jawaban ke MK maksimal pada sabtu, 15 juni 2019.
Alat-alat bukti dalam sengketa Pilpres ini antara lain :
- Surat/tulisan
- Keterangan para pihak
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Keterangan pihak lain
- Alat bukti lain
- Petunjuk
Mahkama Konstitusi akan memutuskan perkara dalam tenggang waktu paling lama 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BPK maksimal 28 Juni 2019.
Mahkama Konstitusi dalam memutuskan perkara sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dan Peraturan MK Nomor 4 tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara PHPU Pilpres. Dalam UU MK, putusan MK bisa dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima.
Isi dari putusan MK atas sengketa Pilpres ini antara lain :
- Permohonan tidak dapat diterima
- Permohonan ditolak
- Bila permohonan dikabulkan, maka MK menyatakan keputusan KPU batal dan ML menghitung sendiri berapa perolehan suara yang didapat oleh Prabowo-Jokowi.