MAHKAMAH KONSTITUSI

Oleh : Endy Pratama Putra
Mahasiswa Fakultas Hukum UNIB
Mahkamah Konstitusi adalah mahkamah atau suatu lembaga Negara yang ada di Indonesia yang memiliki fungsi menangani sengketa kewenangan yudikatif dan persoalan politik juga diselesaikan oleh lembaga ini, dalam konteks ini kedudukan MK harus dijalankan sesuai apa yang menjadi peranan maksimal yang ada dan tertera sesuai dengan pokok tugas dan kewenangan lembaga ini sebagai salah satu lembaga Negara.
Dalam hal ini MK menjadi satu-satuya lembaga Negara yang diberikan kewenangan langsung oleh konstitusi untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Hal ini merupakan perwujudan fungsi MK sebagai pengawal konstitusi (the guardian of consititution) serta sebagai pengawal demokrasi (the guardian of democracy).
Dalam perakteknya dilapangan, MK tidak hanya membatasi dirinya untuk memutuskan sengketa PHPU berbasis pada angkat semata (kuantitatif). Namun, dalam perkembangannya, guna mencari keadilan subtansial, MK juga memperluas kewenangannya dengan mengadili keseluruhan proses pemilu yang mencedrai asas LUBER JURDIL dari pemilu.
Mahkamah MK mengkategorikan tindakan kecurangan dalam pemilihan umum berdasarkan 3 hal dasar yaitu pelanggaran yang bersifat sistematis, tersetruktur, dan massive. Adanya perubahan paradigm ini merupaka ikhtiar dari MK untuk mewujudkan keadilan pemilu yang dalam perakteknya tidak hanya terakomodir pada sengketa hasil pemilu semata.
Putusan MK bersifat final, yang berarti bahwa tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan MK ini. Putusan MK bersifat mengikat (binding), tidak hanya para pihak, namun juga bagiseluruh warga Negara Indonesia. Menurut pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan berdasarkan ketentuan tersebut, MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain MA.
Dalam Hal ini MK sebagai lembaga Negara dan sebagai ruang demokrasi dan konstitusi jelas sama pentingnya. Demokrasi yang sehat akan melahirkan konstitusi yang berkualitas. Konstitusi ialah rambu untuk menjaga kemurnian demokrasi.
Demokrasi mestinya bukan hanya lewat formal, seperti pemilu. Demokrasi jalanan alias demokrasi tidak lebih kerdil nilainya sehingga dijamin sepenuhnya oleh konstitusi. Harus tegas dikatakan bahwa anjuran untuk melakukan uji materil ke MK sama sekali bukan bertujuan menjadikan lembaga itu sebagai tong sampah, yang menjauhkan kodrat sebagai penjaga konstitusi. Dalam konteks ini patut diapresiasi, kendati UU cipta kerja belum diteken untuk menguji dengan penuh kemandirian, dalam hal ini public perlu memberikan kepercayaan penuh kepada MK untuk menguji dengan penuh kemandirian tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan.
Meskipun MK punya kewenangan menguji konstitusionalitas produk legislative, pembuat undang-undang tetap dituntut untuk menggunakan kenijakan politik legislative denganmengedepankan kepentingan rakyat. Publik hendaknya mengawal sungguh-sungguh proses uji materi yang dijalankan oleh MK ketimbang berjuang di jalanan.
Menurut pasal 24 ayat (2) UUD 1945 di atas juga menentukan bahwa di bawah Mahkamah Agung terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan, yakni lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Dan berdasarkan pasal 24C ayat (1) UUD 1945 sudah ditegaskan dengan sesuai menurut Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Dalam hal ini jelas dikatakan bahwa MK adalah Mahkamah yang mengatur tentang sengketa peradilan khusus dan sebagai penegak pemberi keputusan atas pendapat dewan rakyat. Dengan kewenangan yang ada pada MK dapat memberikan jalan keluar permasalahan sengketa khusus yang ada di pengadilan TUN. Mahkama Konstitusi ini diberikan kewenangan untuk melengkapi hukum acara menurut undang-undang ini.
Perbedaan MA dan MK
MK adalah lembaga tinggi pemegang kekuasaan yudikatif (kehakiman) wewenang ini dipegang oleh MK bersama dengan lembaga lain
MA adalah lembaga tinggi Negara yang memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi sengketa tentang kewenangan mengadili permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memproleh kekuatan hukum.
Sifat putusan mk sesuai pasal 10 ayat(1) bersifat final yakni secara langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang ditempuh sesuai sifat final dari putusan MK.
Sifat putusan MA sesuai pasal 66-76 UU MA dan pasal (1) UU 5 TAHUN 2010 bersifat final, namum dapat dilakukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan grasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur tentang : susunan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi; pengawasan hakim konstitusi; … Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim Mahkamah Konstitusi. Adanya pengaturan tentang tata cara beracara di peradilan MK, susunan, dan kode etik dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur tentang :
susunan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi;
pengawasan hakim konstitusi;
masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi,
syarat pendidikan untuk dapat diangkat sebagai hakim konstitusi, serta
Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim Mahkamah Konstitusi.