DaerahHukum & Politik

Skandal Gaji Desa Lemeu: SPJ “Disandera”, Polisi Ancam Jemput Paksa

Bengkulusatu.com, Lebong – Aroma tak sedap dalam pengelolaan keuangan Desa Lemeu, Kecamatan Uram Jaya, Kabupaten Lebong, semakin menyengat. Upaya aparat kepolisian untuk membongkar dugaan skandal tidak dibayarkannya gaji dan honor perangkat desa kini justru membentur tembok birokrasi. Dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) kunci utama untuk membuka misteri aliran dana desa dan Alokasi Dana Desa (DD-ADD) seolah disandera, membuat penyidikan jalan di tempat.

Kasus yang bermula dari jeritan perangkat desa yang haknya dikebiri ini, kini berkembang menjadi bola panas. Satreskrim Polres Lebong yang bergerak cepat merespons laporan masyarakat (Dumas), terpaksa mengerem langkahnya di pintu masuk pembuktian.

Penyelidikan ini bukan perkara sepele. Polisi tengah membidik pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2023 hingga 2024. Fokus utamanya adalah menelusuri kemana larinya uang negara yang seharusnya menjadi hak para perangkat desa.

Namun, realitas di lapangan tak seindah rencana. Penyidik Unit Tipidkor Satreskrim Polres Lebong, Aipda Rangga Askar Dwi Putra, mengungkapkan frustrasinya atas lambatnya kooperativitas pihak terkait dalam penyediaan dokumen vital tersebut.

“SPJ itu adalah jantungnya pemeriksaan. Tanpa itu, kita tidak bisa membedah anatomi anggarannya. Kami perlu memastikan apakah benar terjadi penghilangan hak, atau jangan-jangan ada penyimpangan lain yang lebih besar dalam pos anggaran desa,” tegas Rangga dengan nada serius, baru-baru ini.

Ironisnya, Pemerintah Desa Lemeu seakan cuci tangan. Saat didesak polisi, pihak desa berdalih dokumen SPJ tersebut sedang tidak berada di tangan mereka, melainkan “menginap” di Inspektorat Kabupaten Lebong untuk pemeriksaan rutin, seakan tak ada arsip yang tersimpan pada pihak desa. Alasan klasik ini menyebabkan dokumen tak kunjung kembali ke desa, apalagi sampai ke meja penyidik.

Situasi ini memunculkan tanda tanya besar: Apakah ini murni prosedur birokrasi yang lamban, atau ada upaya sengaja untuk mengulur waktu?

Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, masalah di Desa Lemeu disinyalir tidak hanya sekadar gaji yang macet. Muncul dugaan bahwa sebagian Dana Desa belum dicairkan sepenuhnya atau dialihkan penggunaannya, yang berpotensi menjadi temuan tindak pidana korupsi jika SPJ tersebut dibuka.

Polres Lebong menegaskan tidak akan main-main. Surat resmi telah dilayangkan ke Inspektorat untuk meminta kejelasan dan penyerahan dokumen. Polisi membutuhkan bukti fisik, bukan sekadar asumsi.

“Kami menunggu bola dari Inspektorat. Surat sudah masuk. Begitu dokumen di tangan, kami langsung tancap gas periksa saksi-saksi. Tapi jika terus tertahan, kami akan pertimbangkan langkah lain, apakah menunggu diserahkan atau kami yang jemput paksa dokumennya,” ujar penyidik memberikan ultimatum.

Tertahannya SPJ dalam waktu yang tidak wajar seringkali menjadi indikator merah (red flag) dalam tata kelola pemerintahan desa. Publik Kabupaten Lebong kini menanti, apakah “tembok” SPJ ini akan runtuh dan mengungkap fakta sebenarnya, atau kasus ini akan menguap begitu saja ditelan birokrasi.

Jika dokumen tersebut akhirnya terbongkar, bukan tidak mungkin Desa Lemeu akan menghadapi badai hukum yang jauh lebih besar dari sekadar masalah gaji yang tertunggak. [red/**]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button