Skandal Tol Bengkulu Memanas: Pimpinan KJPP Ditetapkan Tersangka, Kerugian Negara Bengkak hingga Miliaran Rupiah
Bengkulusatu.com Lebong – Penyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek Jalan Tol Bengkulu–Taba Penanjung semakin meruncing. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali menetapkan satu tersangka baru, yakni Toto Suharto, pimpinan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Toto Suharto.
Ia diduga menjadi aktor kunci di balik praktik mark up harga ganti rugi lahan tol yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah, memperpanjang daftar panjang pihak yang harus bertanggung jawab atas skandal ini.
Penetapan dan penahanan terhadap Toto Suharto dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Nomor: PRINT-1722/L.7/Fd.2/10/2025 tertanggal 29 Oktober 2025.
Menurut Pelaksana Harian Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Denny Agustian, yang dikonfirmasi melalui Kasi Penyidikan Danang Prasetyo, peran tersangka sangat vital dalam memanipulasi nilai ganti rugi lahan yang terdampak proyek tol Bengkulu-Curup tahun 2020.
“Tersangka memanipulasi nilai ganti untung terhadap lahan terdampak proyek. Kerugian negara sementara mencapai lebih dari Rp3 miliar,” tegas Danang.
Modus operandi ini disinyalir menyebabkan keluarnya uang negara secara tidak sah, memperparah kerugian yang sebelumnya telah terungkap.
Toto Suharto kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkulu selama 20 hari, terhitung sejak 29 Oktober hingga 17 November 2025.
Sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menciduk tiga tersangka lain dalam perkara yang sama. Mereka adalah Hazairin Masrie, mantan Kepala BPN Bengkulu Tengah; Ahadiya Seftiana, Kepala Bidang Pengukuran BPN Bengkulu Tengah; dan Hartanto, seorang advokat yang juga menjabat sebagai penasihat hukum.
Ketiganya diduga kuat bertanggung jawab atas penyimpangan dalam proses pembebasan lahan proyek tol pada tahun 2019-2020. Penambahan tersangka dari unsur penilai publik ini menunjukkan bahwa praktik korupsi dalam proyek strategis nasional ini melibatkan jaringan yang lebih luas dan terstruktur.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) undang-undang yang sama.
Penetapan tersangka baru ini menegaskan komitmen Kejati Bengkulu dalam membongkar tuntas praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dalam pembangunan infrastruktur vital. Publik menanti kejelasan lebih lanjut mengenai jaringan dan pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam skandal mega proyek ini. [red]




