Daerah

Uang Setoran Rp25 Juta Diduga ‘Raib’, Puluhan Desa di Lebong Terancam Gagal Cairkan ADD

Bengkulusatu.com, Lebong – Nasib Puluhan desa di Kabupaten Lebong kini di ujung tanduk. Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahap I Tahun 2025 yang seharusnya menopang roda pemerintahan dan pembangunan desa terancam mandek.

Pasalnya, penyelesaian kontrak kerja sama dengan Topografi Komando Daerah Militer (Topdam) II Sriwijaya yang menjadi syarat pencairan ADD, hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar.

Ironisnya, banyak desa mengklaim telah melunasi kewajiban pembayaran senilai Rp25 juta sebagaimana diarahkan oleh Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Lebong. Namun, pencairan ADD tetap tak bisa dilakukan lantaran pihak Topdam disebut belum menerima dana tersebut.

“Kami sudah transfer sesuai instruksi, bahkan nomor rekeningnya diberikan oleh Bagian Pemerintahan. Tapi kenapa sekarang dibilang belum lunas? Kami bingung dan merasa sangat dirugikan,” ujar salah satu Penjabat (Pj) Kepala Desa, Kamis (10/7/2025).

Kebingungan para kepala desa makin menjadi-jadi setelah terbitnya Surat Edaran Plt Sekretaris Daerah Lebong Nomor 130/246/B.1/VI/2025. Surat yang mengacu pada Instruksi Bupati Lebong Nomor 48 Tahun 2025 itu menegaskan, ADD tidak dapat dicairkan sebelum desa menyelesaikan penetapan dan penegasan batas wilayah administrasi serta menyerahkan bukti pelunasan Perjanjian Kerja Sama (PKS) ke Bagian Pemerintahan.

Akibat belum diakuinya pembayaran oleh pihak Topdam, sejumlah desa kini berada dalam posisi serba salah. Di satu sisi, dana telah dikeluarkan dari kas desa sesuai prosedur. Namun di sisi lain, ADD yang dibutuhkan untuk operasional pemerintahan desa dan pembayaran gaji perangkat belum bisa dicairkan.

Pertanyaan pun bermunculan: ke mana sebenarnya dana Rp25 juta per desa itu mengalir? Apakah benar masuk ke rekening resmi Koperasi Topdam, atau tersesat di jalur yang tak semestinya?

Dikonfirmasi terkait kisruh ini, Kepala Bagian Pemerintahan Setda Lebong, Heru Dana Putra, menegaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai instruksi Bupati.

“Kami hanya memeriksa bukti transfer ke rekening resmi Koperasi Topdam. Kami tidak pernah menerima uang, apalagi dalam bentuk tunai,” tegas Heru.

Ia menyebut, tidak sedikit desa yang gagal diverifikasi karena mengirim dana ke rekening yang salah. Bahkan, menurutnya, ada yang mencoba membawa uang tunai ke kantor, yang langsung ditolak.

“Kalau mereka datang bertanya, baru kami berikan nomor rekeningnya (Koperasi resmi Topdam, red). Setelah itu, jika mereka menunjukkan bukti transfer ke rekening yang tepat, langsung kami proses rekomendasinya,” jelasnya.

Menanggapi keluhan para Pj Kades, Heru bahkan mempersilakan pihak yang merasa dirugikan untuk datang langsung ke kantornya.

“Silakan datang dan tunjukkan buktinya. Kalau memang sudah transfer ke rekening yang benar dan belum kami keluarkan rekomendasi, kami siap klarifikasi,” tegasnya.

Diketahui hingga saat ini ada sekitar 16 desa yang mengaku telah membayar tapi tak bisa menunjukkan bukti. Dan pertanyaannya, ke rekening siapa para Kades ini mentransfer uang tersebut?.

Bola panas kini bergulir antara pemerintah desa, Setda Lebong, dan pihak Topdam II Sriwijaya. Di tengah silang informasi dan saling klarifikasi, yang paling dirugikan adalah desa-desa yang pembangunan dan pelayanan publiknya kini tersendat.

Desakan pun muncul agar Pemerintah Kabupaten Lebong membuka fakta secara transparan: apakah benar semua dana sudah masuk ke rekening resmi Topdam, atau justru ada kesalahan fatal dalam mekanisme penyaluran?

Tak hanya itu, para Pj Kades juga perlu bersikap jujur benarkah dana disetor ke rekening Koperasi Topdam seperti yang diinstruksikan, atau justru dialihkan ke rekening lain yang tidak diketahui kejelasannya hingga kini?

Jika tak segera diselesaikan, masalah ini bisa berkembang menjadi krisis kepercayaan terhadap sistem pemerintahan desa dan birokrasi kabupaten. Pemerintah daerah perlu segera melakukan audit menyeluruh terhadap aliran dana ini dan membuka hasilnya ke publik.

Desa-desa di Lebong tak bisa menunggu lebih lama. Mereka butuh solusi konkret, bukan hanya klarifikasi lisan yang berulang. Karena yang mereka pertaruhkan bukan hanya dana, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola desa yang bersih, adil, dan transparan. [Trf]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button