Skandal Ketahanan Pangan Semelako II: Ratusan Juta Dana Desa Diduga Mengalir ke Kebun Pribadi Kades, Kontribusi untuk Desa Nol Rupiah

Bengkulusatu.com, Lebong – Program ketahanan pangan yang digadang-gadang menjadi solusi kemandirian pangan warga Desa Semelako II, Kecamatan Lebong Tangah, justru menyisakan aroma busuk dugaan korupsi. Dana ratusan juta rupiah yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun anggaran 2022 dan 2023, alih-alih menjadi lumbung pangan komunal, diduga kuat disulap menjadi modal untuk kebun dan peternakan pribadi oknum kepala desa. Ironisnya, mega proyek yang menelan anggaran fantastis ini disebut nihil kontribusi bagi Pendapatan Asli Desa (PADes).
Modus operandi yang terendus ini menyoroti sejumlah pos anggaran yang secara spesifik dialokasikan untuk program ketahanan pangan. Alih-alih dikelola secara transparan dan melibatkan masyarakat luas, program ini dicurigai berjalan secara tertutup dan hasilnya dimonopoli untuk kepentingan pribadi.
“Program yang seharusnya menjadi lumbung pangan bagi warga, justru diduga menjadi lumbung pribadi sang oknum kepala desa. Hasil panennya kemana? Siapa yang menikmati? Tidak ada laporan pemasukan untuk kas desa sama sekali,” ungkap sebuah sumber yang enggan disebutkan namanya, Kamis (19/6/2025).
Kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Jika ditelusuri dari rincian anggaran, total dana yang digelontorkan untuk sektor ini sangat signifikan. Pada tahun anggaran 2023, anggaran sebesar Rp 210,5 juta dialokasikan untuk:
- Ketahanan Pangan Tingkat Desa (Lumbung Desa, dll): Rp 103.080.000
- Lumbung Desa, dll: Rp 56.400.000
- Penggilingan Padi/Jagung, dll: Rp 51.023.000
Mundur ke tahun anggaran 2022, pola serupa ditemukan pada program senilai total Rp 177,3 juta, yang mencakup:
- Alat Produksi dan Pengolahan Peternakan (Kandang, dll): Rp 146.065.000
- Bibit/Pakan/dst: Rp 31.300.000
Jika diakumulasikan, selama dua tahun, lebih dari Rp 387 juta dana publik telah dialirkan untuk program ketahanan pangan. Namun, besarnya anggaran ini berbanding terbalik dengan hasilnya. “Kami tidak pernah melihat ada hasil dari kebun atau peternakan itu yang masuk sebagai pendapatan desa. Ini jelas-jelas hanya jadi proyek pribadi,” tegas sumber tersebut.
Puncak Gunung Es: Proyek Lain Juga Sarat Kejanggalan
Dugaan penyelewengan dana ketahanan pangan ini hanyalah puncak dari gunung es masalah pengelolaan anggaran di Desa Semelako II. Sejumlah proyek dan pos anggaran lain di luar sektor pangan juga memperkuat indikasi adanya praktik KKN yang sistematis.
Beberapa di antaranya adalah:
Proyek Irigasi Fiktif?: Dua proyek pembangunan irigasi di tahun 2023 dengan total nilai Rp 470,9 juta (Rp 358,9 juta dan Rp 112 juta) dicurigai di-mark-up secara besar-besaran. Kualitas fisik bangunan dinilai sangat miris, dan yang lebih parah, material batu diduga diambil langsung dari lokasi proyek tanpa dibeli, sehingga membuka celah korupsi yang sangat lebar.
Transparansi Anggaran Dipertanyakan: Sejumlah pos anggaran rutin dari tahun 2022 hingga 2024, seperti biaya informasi lokal, laporan pertanggungjawaban (LPJ), hingga pengadaan seragam operasional yang totalnya mencapai puluhan juta rupiah, juga dituding tidak transparan dan tidak sesuai realisasi.
Kepatuhan Administrasi Rendah: Dugaan diperkuat dengan fakta bahwa hingga pertengahan 2024, Pemerintah Desa Semelako II diduga belum melaporkan realisasi Dana Desa tahap kedua melalui aplikasi OM-SPAN Kemenkeu. Ketiadaan laporan ini merupakan alarm keras adanya masalah dalam tata kelola keuangan desa.
Mimpi indah ketahanan pangan kini berubah menjadi mimpi buruk dugaan korupsi. Dengan bukti awal yang kuat, bola panas kini berada di tangan Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten Lebong. Publik menuntut investigasi mendalam untuk melacak aliran dana ratusan juta tersebut dan membuktikan apakah benar uang rakyat telah disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri melalui berbagai modus proyek.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Semelako II melalui pesan WhatsApp belum membuahkan hasil. Jika dugaan ini terbukti, maka ini bukan hanya soal kerugian finansial, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanah dan kepercayaan masyarakat desa yang mendambakan kesejahteraan dan transparansi. [**]