Daerah

APBD Lebong 2026: Terjepit Beban Gaji, Ruang Pembangunan Kian Tercekik

Bengkulusatu.com, Lebong – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebong Tahun Anggaran 2026 berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Alih-alih dialokasikan secara masif untuk infrastruktur dan layanan publik, “kue” pembangunan daerah ini justru habis dilahap oleh belanja rutin birokrasi.

Dari total postur APBD sebesar Rp652 miliar, sebanyak Rp391,2 miliar atau nyaris menyentuh angka 60 persen dialokasikan hanya untuk belanja pegawai. Kondisi ini memicu alarm bagi ruang fiskal daerah yang kian menyempit.

Ironisme ini terasa kian getir saat menilik tren kemampuan keuangan daerah yang terus merosot. Dalam kurun waktu dua tahun, APBD Lebong mengalami terjun bebas. Pada tahun 2024, APBD tercatat masih berada di angka Rp784 miliar. Namun, di tahun 2026, angka itu menciut menjadi Rp652 miliar—sebuah kehilangan besar senilai Rp132 miliar.

Di tengah penurunan pendapatan yang drastis tersebut, porsi belanja untuk menggaji aparatur justru tetap dominan, seolah tidak ikut menyesuaikan diri dengan “ikat pinggang” yang seharusnya makin dikencangkan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Lebong, Riswan Efendi, MM, tidak menampik dominasi belanja pegawai tersebut. Namun, ia memberikan catatan bahwa angka fantastis Rp391,2 miliar itu tidak melulu soal gaji dan tunjangan.

“Tidak hanya gaji dan tunjangan, dalam angka itu juga ada belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memang meng-cover beberapa belanja pegawai,” ungkap Riswan saat memberikan penjelasan mengenai struktur APBD 2026.

Meskipun porsi belanja pegawai di Lebong saat ini dianggap “obesitas”, secara regulasi, Pemkab Lebong masih memiliki nafas legalitas. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) memang mensyaratkan batas maksimal belanja pegawai adalah 30 persen dari total APBD.

Namun, aturan “diet ketat” birokrasi tersebut belum berlaku secara paksa tahun ini.

“Untuk pembatasan maksimal 30 persen belanja pegawai itu baru akan diberlakukan mulai tahun 2027. Jadi untuk sekarang (2026), secara aturan belum (melanggar),” tambah Riswan.

Secara jurnalistik, fenomena ini menunjukkan adanya tantangan serius dalam tata kelola keuangan daerah. Jika lebih dari separuh anggaran habis untuk membiayai mesin pemerintahan (pegawai), maka hanya tersisa sedikit “remahan” anggaran untuk membiayai perbaikan jalan, jaminan kesehatan, pendidikan, hingga pengentasan kemiskinan.

Jika pola ini terus berlanjut tanpa adanya efisiensi radikal atau terobosan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Lebong terancam terjebak dalam pusaran “anggaran habis untuk diri sendiri”.

Tahun 2027 akan menjadi ujian nyata bagi Pemkab Lebong. Saat aturan 30 persen diberlakukan, pemerintah daerah dipaksa untuk melakukan pemangkasan besar-besaran atau mencari sumber pendanaan baru. Jika tidak bersiap dari sekarang, nasib layanan publik di Bumi Swarang Patang Stumang dipastikan akan semakin terpinggirkan oleh kepentingan gaji dan tunjangan.

“Iya, APBD kita memang menurun dari tahun lalu,” tutup Riswan singkat, seolah mengonfirmasi betapa beratnya beban fiskal yang dipikul Kabupaten Lebong ke depan. [red]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button