Daerah

Polemik Tapal Batas di Lebong: Kades Mengaku Bayar Puluhan Juta, Kadis DPMD ‘Lempar Bola’

Bengkulusatu.com, Lebong – Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Lebong diwarnai misteri dan keluhan. Mencuatnya isu di media sosial mengenai syarat pembayaran tapal batas desa untuk mencairkan dana tersebut kini berbuntut panjang, menyeret para kepala desa ke dalam situasi sulit dan memicu tanda tanya besar terhadap kebijakan pemerintah daerah.

Kabar yang semula hanya desas-desus di jagat maya itu ternyata bukan isapan jempol belaka. Pengakuan pilu datang dari seorang kepala desa (Kades) di Lebong yang meminta identitasnya dirahasiakan. Dengan nada putus asa, ia mengungkapkan beban finansial yang harus ditanggungnya demi memenuhi syarat yang tak tertulis itu.

“Setahu saya, biaya tapal batas yang saya keluarkan Rp 25 juta. Untuk desa lain ada yang sama, bahkan ada yang menganggarkan Rp 30 juta, tergantung Kades masing-masing,” ungkapnya kepada awak media.

“Program sudah kami jalankan, tapi keterlambatan pencairan ADD ini benar-benar di luar dugaan kami,” keluh Kades.

Jeritan para Kades ini kontras dengan respons dingin dari dinas terkait. Saat dikonfirmasi pada Rabu (2/7/2025), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Lebong, Saprul, SE, tampak enggan mengambil tanggung jawab. Ia berdalih bahwa program penetapan batas desa tersebut merupakan warisan dari pejabat sebelumnya.

“Proses ini sudah berjalan sebelum kepemimpinan saya. Jadi, saya belum tahu seperti apa progresnya kemarin, dan saya juga tidak pernah dilibatkan,” ujar Saprul, seolah cuci tangan dari polemik yang ada.

Alih-alih memberikan penjelasan yang menenangkan, Saprul justru “melempar bola” ke instansi lain.

“Untuk lebih jelas, silakan rekan-rekan wartawan menghubungi Kabag Pemerintahan,” tukasnya.

Sikap saling lempar tanggung jawab ini menambah keruh suasana. Di satu sisi, para kepala desa terbebani oleh biaya puluhan juta rupiah dengan harapan pembangunan desa melalui ADD bisa segera berjalan. Di sisi lain, pejabat yang berwenang justru terkesan menghindar dan tidak memberikan kepastian.

Padahal, penetapan dan penegasan batas desa merupakan amanat krusial dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan diperjelas dalam Permendagri Nomor 45 Tahun 2016. Tujuannya mulia, menciptakan tertib administrasi, memberikan kepastian hukum, dan mencegah potensi konflik antarwarga. Namun, implementasi di Lebong justru melahirkan masalah baru yang berpotensi menghambat pembangunan dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Kini, bola panas ada di tangan Pemerintah Kabupaten Lebong. Publik dan para kepala desa menanti kejelasan: apakah biaya puluhan juta itu merupakan pungutan resmi atau praktik liar? Dan yang terpenting, kapan misteri pencairan ADD yang tersandera polemik tapal batas ini akan berakhir?. [**]

Sumber

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button