Pukulan Telak Awal Tahun: Gara-gara ‘GPS Palsu’, Ribuan ASN Lebong Dipaksa ‘Puasa’ TPP

Bengkulusatu.com, Lebong – Ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebong harus menelan pil pahit di awal tahun 2025. Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) yang menjadi tumpuan harapan, resmi ditiadakan selama tiga bulan penuh, sebagai ‘hukuman kolektif’ atas maraknya dugaan manipulasi absensi elektronik menggunakan fake GPS. Kebijakan radikal ini sontak memicu gelombang kekecewaan dan protes bisu di kalangan abdi negara.
Kabar tak sedap ini dikonfirmasi langsung oleh Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Lebong, Donni Swabuana. Tanpa tedeng aling-aling, ia menyatakan bahwa TPP untuk periode Januari, Februari, dan Maret 2025 tidak akan pernah masuk ke rekening para ASN. Keputusan ini, tegasnya, bukan tanpa alasan kuat.
“Ini adalah konsekuensi. Sebagian besar ASN kami dapati memanipulasi kehadiran menggunakan fake GPS. Ada yang tidak di kantor tapi absennya hadir, ada yang datang telat tapi tercatat tepat waktu. Ini alasan kuat mengapa TPP tiga bulan pertama ditiadakan,” tegas Donni, Jumat (20/6/2025).
Menurutnya, Pemkab Lebong sedang berada dalam fase “bersih-bersih” untuk mendongkrak disiplin. Sistem absensi manual yang rapuh dan rentan direkayasa akan segera digantikan. Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kini tengah merancang sistem absensi elektronik baru yang diklaim lebih ketat dan anti-manipulasi.
“Kita ingin ada perubahan fundamental. Bapak Bupati tidak mau lagi ada ASN yang makan gaji buta. Kami ingin ASN yang jujur dan benar-benar disiplin. Sistem baru sedang kami siapkan,” imbuhnya, menyiratkan pesan keras dari pucuk pimpinan.
Namun, kebijakan “sapu jagat” ini terasa seperti petir di siang bolong bagi para ASN. Seorang pejabat eselon III yang meminta namanya dirahasiakan, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia merasa kebijakan ini tidak adil dan membabi buta.
“Logikanya di mana? Hanya karena ulah segelintir oknum yang curang, kenapa kami semua harus menanggung hukumannya? Jika memang ada yang terbukti memanipulasi, tindak saja individu tersebut, jangan pukul rata seperti ini,” keluhnya dengan nada getir.
Baginya, kerugian finansial yang ditimbulkan sangat signifikan. Dengan TPP yang biasa ia terima sebesar Rp 3,7 juta per bulan, ia harus merelakan kehilangan pendapatan lebih dari Rp 11 juta dalam tiga bulan.
“Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya TPP yang tertahan itu di akhir tahun karena defisit anggaran, itu pun kami masih bisa maklum. Tapi ini di awal tahun, langsung dihapus karena alasan hukuman. Ini jauh lebih parah dan menyakitkan,” ujarnya kesal.
Kekecewaan itu semakin dalam saat ia mengenang janji-janji politik Bupati Lebong saat kampanye. “Dulu janjinya akan memperhatikan hak dan kesejahteraan ASN, termasuk TPP. Kenyataannya, sekarang malah semakin memberatkan kami,” pungkasnya, menyuarakan keresahan banyak rekannya.
Kebijakan ‘pahit’ ini tak pelak menciptakan dilema. Di satu sisi, ada niat baik Pemkab Lebong untuk menegakkan disiplin dan memberantas praktik lancung. Namun di sisi lain, ribuan ASN yang merasa telah bekerja jujur kini harus menanggung akibat dari ulah segelintir oknum. Bola panas ini kini bergulir, menguji efektivitas kebijakan pemerintah sekaligus mengikis kesabaran para abdi negara di Lebong. [Traaf]