Bom Waktu Meledak di Lebong: TPP 3 Bulan Hangus, Pj Sekda Tunjuk ‘Dosa’ Bupati Terdahulu dan Ribuan ASN Curang

Bengkulusatu.com, Lebong – Tabir misteri di balik penghapusan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) tiga bulan pertama di Lebong akhirnya tersibak. Pj. Sekretaris Daerah, Donni Swabuana, meledakkan ‘bom waktu’ dengan mengungkap biang kerok utama: warisan pahit berupa ketiadaan Surat Keputusan (SK) dari bupati sebelumnya. Di tengah amarah ribuan ASN yang siap turun ke jalan, Pemkab justru balik menantang, menunjuk hidung 1.233 pegawai yang terdeteksi culas memanipulasi absensi.
Polemik yang semula hanya berkisar pada isu kedisiplinan kini meruncing ke masalah administratif yang fundamental. Pj. Sekda Lebong, Donni Swabuana, secara blak-blakan menuding bahwa kelalaian pemerintahan Bupati Kopli Ansori menjadi pangkal masalah macetnya hak pegawai.
“Salah satu penyebab utama TPP Januari hingga Maret 2025 tidak bisa dicairkan adalah karena Bupati sebelumnya tidak membuat SK penetapan besaran TPP PNS Lebong,” tegas Donni kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).
Pernyataan ini seolah menjadi justifikasi pamungkas Pemkab di tengah gelombang protes. Namun, alih-alih meredam, pemerintah justru memilih sikap konfrontatif terhadap para ASN yang merasa dirugikan. Menanggapi keluhan yang sampai ke telinga media, Donni melontarkan tantangan tajam.
“Sebutkan saja siapa namanya (ASN yang mengeluh), nanti kita cek. Bisa jadi dia termasuk dari 1.233 ASN yang terdeteksi memanipulasi absensi menggunakan fake GPS,” ujarnya, menyiratkan bahwa mereka yang paling vokal bisa jadi adalah para pelaku kecurangan.
Kebijakan pahit ini, menurutnya, adalah pil yang harus ditelan demi sebuah ‘operasi pembersihan’. Ia menegaskan, Bupati Lebong saat ini bertekad membongkar borok birokrasi dan tidak akan berkompromi dengan pegawai yang hanya menuntut hak tanpa menjalankan kewajiban.
“Pak Bupati tidak ingin ada lagi ASN yang terima TPP tapi kerjanya asal-asalan. Ini momentum untuk perbaikan. Ke depan, sistem absensi elektronik akan diberlakukan agar tidak bisa lagi dimanipulasi,” tambah Donni.
Namun, di tingkat akar rumput, narasi penegakan disiplin ini ditolak mentah-mentah. Para ASN merasa menjadi korban hukuman kolektif. Mereka berpendapat, Pemkab seharusnya mampu memisahkan mana ‘gandum’ dan mana ‘sekam’, bukan justru membakar seluruh lumbung. Kekecewaan ini dikabarkan telah mengkristal menjadi sebuah rencana perlawanan. Beredar kabar bahwa ribuan ASN tengah bersiap menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran untuk memprotes kebijakan yang dianggap mengebiri hak mereka secara tidak adil.
Birokrasi Lebong kini berada di persimpangan jalan, terjebak dalam adu kuat antara penegakan disiplin yang kaku dan tuntutan keadilan dari para pegawainya. Dengan Pemkab yang enggan mundur dan ribuan ASN yang mengancam melumpuhkan pemerintahan, pertanyaan besarnya kini bukan lagi siapa yang salah, melainkan siapa yang akan menjadi korban sesungguhnya ketika roda pelayanan publik terancam berhenti berputar. [Traaf]