Babak Baru Birokrasi: ASN Resmi Bisa Kerja dari Mana Saja, Kualitas Pelayanan Jadi Patokan Utama

Bengkulusatu.com, Jakarta – Sebuah revolusi senyap tengah bergulir di jantung birokrasi Indonesia. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara resmi menggebrak tradisi kerja konvensional dengan mengesahkan aturan kerja fleksibel atau Work From Anywhere (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan monumental yang tertuang dalam PermenPANRB No. 4 Tahun 2025 ini bukan sekadar memberi keleluasaan, melainkan menjadi pertaruhan besar untuk mendongkrak produktivitas dan modernisasi birokrasi, dengan satu syarat mutlak: kinerja dan kualitas pelayanan publik harus menjadi taruhannya.
Era kerja dari pukul delapan pagi hingga lima sore yang terikat di balik meja kantor kini tak lagi menjadi satu-satunya pilihan bagi para abdi negara. Melalui peraturan yang mulai berlaku per 21 April 2025 ini, pemerintah membuka pintu bagi ASN untuk menjalankan tugas kedinasan dari rumah, lokasi lain yang representatif, bahkan dengan pengaturan jam kerja yang dinamis.
Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Nanik Murwati, menegaskan bahwa kebijakan ini lahir dari pemahaman bahwa tuntutan terhadap ASN modern telah bergeser. Menurutnya, profesionalisme saja tidak cukup.
“ASN tidak hanya dituntut bekerja profesional, tetapi juga harus menjaga motivasi dan produktivitas. Karena itu, fleksibilitas kerja hadir sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis,” ujar Nanik dalam keterangan resminya, Rabu (18/6/2025).
PermenPANRB ini, lanjutnya, dirancang sebagai payung hukum yang kokoh bagi seluruh instansi pemerintah untuk menerapkan skema kerja yang lebih lincah dan adaptif. Namun, Nanik memberikan catatan tebal bahwa fleksibilitas bukanlah tiket untuk bersantai.
“Penerapan fleksibilitas kerja tidak boleh mengurangi kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Justru sebaliknya, kita harapkan melalui kebijakan ini, ASN bisa bekerja lebih fokus, adaptif, serta lebih seimbang dalam kehidupannya,” tegasnya.
Pesan ini menggarisbawahi bahwa tolok ukur keberhasilan ASN akan semakin bergeser dari sekadar presensi fisik menjadi hasil kerja yang terukur dan dampak nyata bagi masyarakat.
Untuk menghindari penerapan yang serampangan, aturan ini memberikan otonomi bagi setiap instansi. Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana, Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo, menjelaskan bahwa tidak ada formula tunggal yang dipaksakan.
“Tidak ada pendekatan satu untuk semua. Instansi diberikan keleluasaan untuk menetapkan model fleksibilitas yang paling tepat, asalkan tetap berorientasi pada kinerja dan akuntabilitas,” tukas Deny.
Artinya, setiap kementerian atau lembaga harus merancang sistem WFA-nya sendiri, lengkap dengan mekanisme pengawasan dan evaluasi kinerja yang ketat, sesuai dengan karakteristik tugas dan fungsinya masing-masing.
Dengan disahkannya PermenPANRB No. 4/2025 ini, Kementerian PANRB menaruh harapan besar agar terjadi transformasi budaya kerja yang fundamental di seluruh lini birokrasi. Langkah ini menjadi ujian sesungguhnya bagi wajah baru ASN Indonesia: mampukah kebebasan dan fleksibilitas ini melahirkan birokrat yang lebih inovatif, produktif, dan responsif terhadap kebutuhan publik, atau justru menjadi tantangan baru dalam hal pengawasan dan akuntabilitas di era digital. Waktu yang akan membuktikannya. [**]